Habib Abdullah bin Umar Asy-syathiri
Habib Abdullah
Bin Umar Asy-Syathiri
Biografi singkat Habib Abdullah Bin Umar Asy-Syathiri (ayahanda Habib
Salim Bin Abdullah Bin Umar Asy-Syathiri)
Sebagaimana buah yang jatuhnya tidaklah jauh dari pohonya, demikian kata
pepatah yang mengibaratkan keeratan hubungan antara anak dan orang tuanya.
Tulisan ini akan mengupas sedikit
tentang biografi ayahanda seorang ulama kenamaan asal bumi auliya' Tarrim
Al-Ghanna' Ini Sayyid Salim Bin Abdullah Asy-Syathiri, sebagaimana beliau yang kini tengah mengasuh sebuah
lembaga pendidikan islam "rubath tarim" yang dari Rahimnya banyak
terlahir ulama yang konsisten memperjuangkan nilai-nilai keislaman di segenap
penjuru yaman hingga luar negeri, ayahanda beliau yaitu Sayyid Abdullah Asy-Syathiri
juga merupakan murabbi yang banyak memberikan kontribusi terhadap lembaga
pendidikan islam tersebut.
Beliau adalah Al-Imam Al-Allamah Syaikhul Islalm Habib Abdullah Bin Umar
Bin Ahmad Bin Umar Bin Ahmad Bin Umar Bin Ahmad Bin Ali Bin Husein Bin Muhammad
Bin Ahmad Bin Umar Bin Alwi (Asy-Syathiri) Bin Faqih Ali Al-Qadhi Bin Ahmad Bin
Muhammad Asadullah Bin Hasan At-Turabi Bin Ali Bin Al-Faqih Muqaddam Muhammad Bin
Ali Bin Muhammad (Shahib Al-Mirbath) Bin Ali (Khali' Al-Qhasam) Bin Alwi Bin Muhammad
Bin Alwi Bin Ubaidillah Bin Ahmad Bin Isa Al-Muhajir Bin Muhammad Bin Al-Imam
Ali Al-Uraidhi Bin Ja'far As-Shadiq Bin Muhammad Al-Baqir Bin Ali Zainal Abidin
Bin Husein As-Sibth Bin Ali Bin Abi Thalib Dan Sayyidatina Fatimah Az-Zahra
Binti Rasulullah Muhammad SAW.
Beliau dilahirkan di kota Tarim Al-Ghanna (hadramauth)pada bulan
ramadhan tahun 1290 H. dari pasangan yang mulia Habib Umar Bin Ahmad
Asy-Syathiri (wafat tahun 1350 H) dan Syrifah Nur Binti Umar Bin Bin Abdullah Bin
Syihab.
Riwayat dan perjalanan pendidikan
Di masa emasnya yaitu masa pertumbuhan, beliau telah digembleng dan
menerima pendidikan agama yang kental dari keluarganya. Mulai dari baca tulis,
talaqqi al-qur'an hingga fiqh dan tasawuf sebagai bekal kelak meniti jalan ilmu
yang terjal dan penuh dengan tantangan serta membutuhkan kesababaran.
Rasa hausnya akan ilmu pengetahuan membuat beliau tak jera dan tak kenal
lelah untuk menggali dan menyerap pelajaran dari guru-guru serta kibar masyaikh
tarim kala itu termasuk diantaranya
adalah mufti diyar hadramiyah habib Abdurrahman bin Muhammad al-masyhur. Tidak
cukup sampai di situ, beliau juga ”nyantri" keluar dari kampung halamannya
menuju kota seiyun, sebuah kota yang kini dapat ditempuh dengan kendaran umum
selama satu jam. Di seiyun beliau tinggal selama 4 bulan di rubath habib ali.
Ketika usianya menginjak sekitar umur 20 tahun, beliau bersama dengan
ayahanda tercinta pergi keluar kota tepatnya ke haramain untuk melaksanakan
ibadah haji, setibanya disana sang anak yang begitu menggelora untuk mencari
mutiara ilmu berkehendak untuk memperdalam lagi pengetahuan agamanya dengan
berguru pada ulama-ulama yang ada di makkah. Apalah daya, sang ayah menolak
I'tikad putranya itu dan pada akhirnya mengabulkan niatnya untuk menuntut ilmu
di kota suci makkah.
Restu dari ayahnya tidak disia-siakan begitu saja, di hari-hari menuntut
ilmu di makkah, jam istirahat beliau tidak melebihi dari 2 jam dalam sehari
semalam, hal itu dikarenakan semua waktunya diinfaqkan untuk menimba ilmu. Dan
dalam hidup kesehariannya beliau mampu belajar 13 mata pelajaran, dan semuanya
dikaji (dimuthala'ah) kembali setelah belajar. Adapun surat yang dikirim oleh
ayahnya yang isinya memohon beliau untuk pulang ke kampung halaman, oleh beliau
diletakkan begitu saja di bawah tempat tidur tanpa dipedulikanya, semua ini
mencerminkan akan kehausannya beliau terhadap ilmu pengetahuan dan ketertarikan
beliau terhadap ilmu yang suci dan bersih dari
empat yang mulia.
Kiprahnya dalam kancah pendidikan dan dakwah
Dalam waktu yang relative singkat Habib Abdullah Asy-Syathiri dapat
menyerap berbagai macam disiplin ilmu agama, maka dengan kapabilitas keilmuan
yang tinggi meskipun umur beliau masih tergolong remaja kurang lebih 23 tahun, namun beliau
telah layak untuk mengemban sebuah amanah besar yaitu melanjutkan perjuangan
orang tua beliau yaitu mengajar sekaligus mengurus administrasi di rubath tarim
sepulangnya dari lota mekkah, karena ketika itu sangat diperlukan tenaga
menejemen. Namun kajian umum seperti rouhah dan madras yang rutin diadakan setiap
hari sabtu dan rabu masih diampu oleh para guru sepuh yaitu Mufti Hadramiyah
Al-Allamah Habib Abdurahman Bin Muhammad Al-Masyhur.
Khidmah beliau terhadap ilmu serta penyebaran kesegala penjuru dan
kalangan sangatlah besar sebagaimana tercermin dari ucapan habib alwi bin
Muhammad al-muhdhar bahwa beliau tidak mendapati daerah yang didalamnya ada
madrasah atau tempat mencari ilmu kemudian ditanyakan kepada siapa mereka
belajar kecuali jawabanya mereka adalah mereka berguru pada Habib Abdullah Bin
Umar Asy-Syathiri atau dari murid muridnya.
Selain mengajr di rubath tarim beliau juga mengisi kegiatan baca maulid
nabawi yang rutin dilaksanakan di masjid jami' tarim tiap malam jum'at yang
dilanjutkan dengan muhadharah dan dakwah terhadap para hadirin, kegiatan ini
berlangsung setelah wafatnya guru beliau, habib alwi bin abdurahman bin abu
bakar al-masyhur, meskipun beliau sering juga menggantikan gurunya kala
berhalangan untuk hadir.
Beliau juga sering kali mengadakan kegiatan membuka majlis di tarim
selain kegiatan mengajar di rubath, dan biasanya hadirin yang datang tidak
sedikit baik dari kalangan ulama maupum masyarakat tarim lebih-lebih kalangan
thalabah rubath sendiri. Sedangkan pengajian di rubath setiap habis shalat
subuh, ashar dan maghrib tidak pernah beliau tinggalkan bagaimanapun keadaannya
kecuali ada halangan syara', bahkan beliau sering memaksakan diri untuk hadir
dan mengalami sakit sehingga tidak bisa berjalan ke rubath untuk mengajar maka
beliau memanggil para thalabah untuk datang ke rumahnya dan menyuruh mereka
membaca kitab dihadapanya karena beliau ingin sekali agar thalabah tidak
menyia-nyiakan waktu sehingga semuanya mendapatkan faidah ilmu. Beliau sering
berujar "kami datang (ke rubath) dengan sakit kepala dan beberapa penyakit
maka kami berobat dengan mendengarkan ilmu (bacaan kitab dari para
santri)". Dan berkata pula "jangan kalian sangka wahai anak-anakku
(sapaan beliau kepada santri-santrinya) bahwa tidak ada bagi kami teman yang
tidak meminta kami datang ketempat mereka untuk menghadiri jamuan secangkir
kopi dan sedikit makanan, akan tetapi kami berpaling dari mereka (menolak untuk
menghadirinya) dan kami lebih mengutamakan kalian, dengan harapan dapat
memberikan kalian manfaat ilmu.
Diantara kebiasaan beliau di akhir hidupnya adalah jalan berkeliling
mengontrol halaqah-halaqah yang ada di rubath, hal itu beliau lakukan setelah
shalat subuh setiap harinya selain hari selasa, kamis dan jum'at. Semua halaqah
beliau datangi dan menanyakan apakah gurunya hadir atau tidak?. Apabila ada
diantara dewan gurunya tidak hadir, maka beliau meminta seorang untuk
menemuinya dan memintanya hadir sedanglan beliau duduk di halaqah tersebut
untuk menggantikan sementara sampai guru yang dipanggil tadi datang. Dan
apabila seluruh dewan gurunya hadir semua, maka beliau duduk di tengah-tengah
santri dalam suatu halaqah yang diinginkannya dan menanyakan tentang apa yang
mereka baca dan membahas masalah yang sulit dipahami. Para santri pun sangat
senang dan gembira dengan berkeliling guru besar mereka, menemui dan memberikan
mereka semangat dalam belajar sehingga masing-masing dari mereka ingin
diperhatikan oleh sang guru.
Hampir satu bulan lebih sebelum wafat, beliau sakit, menderita penyakit
yang sedari dulu tak kunjung sembuh yaitu gejala penyakit ambien (wasir) dengan
sering keluar angina dari dubur beliau, beliau sudah mencoba berobat kepada
beberapa orang dokter tetapi hasilnya tetap saja nihil. Akan tetapi semua tidak
mengganggu aktivitas beliau dalam beribadah, semua shalat fardhu beliau
laksanakan bahkan terkadang menyuruh anak-anaknya atau sebagian dari muridnya
untuk membaca kitab dihadapanya.
Pada tanggal 7 jumadil ula 1361 H.(menurut keterangan Sayyid Muhammad Bin
Hafidz dari Sayyid Muhammad Al-Mahdi) yaitu dua puluh hari sebelum wafatnya,
beliau menyuruh hadir seluruh anak-anaknya, kerabat dan keluarga semuanya baik
laki-laki maupun perempuan. Beliau berwasiat kepada mereka supaya saling
mengasihi, saying menyayangi, saling membantu sama lain. Dan beliau memberitahu
mereka bahwa tidak lama lagi beliau akan meninggalkan mereka untuk menemui
kehadirat Allah SWT. Mendengar perkataan itu menangislah seluruh hadirin.
Pada hari jum'at tanggal 28 jumadil ula beliau sudah tidak mau bicara,
kemudian setelah dhalat jum'at anak-anak beliau membukakan pintu rumah kepada
siapa saja yang ingin berziarah atau ingin mengambil berkah, maka dengan
spontan orang berdatangan ke rumah beliau.
Pada malam sabtu tanggal 29 jumadil ula 1361 H. 24 menit setelah
tenggelam matahari ruh beliau diambil yang maha kuasa, jenazah beliau dishalatkan
di jabanah setelah ashar hari sabtu. Banyak orang berdatangan dari penjuru
daerah seperti syibam, seiyun, qasam, inad, dan lain-lainnya untuk menghadiri
shalat jenazah Habib Abdullah Asy-Syathiri. Pada kesempatan itu turut hadir
ulama-ulama besar hadramauth seperti Habib Mustafa Bin Abdullah Bin Smith,
Habib Muhammad Bin Hadi As-Seggaf, Habib Muhammad Bin Ali Al-Habsyi dan banyak
lagi selain dari mereka.
Jenazah beliau dimakamkan di Turbah zanbal tarim berdekatan dengan
ibunya hababah nur Binti Umar Bin Abdullah Bin Syihabiddin tepatnya di bawah
kaki ibunya tafaulan bahwa bahwa surga ditelapak kaki ibu.
Kota tarim berduka dengan wafatnya sang guru yang sangat dicintai
muridnya, tetesan air mata pun tak mampu dibendung, para santri merasa kaku tak
mampu dibendung, para santri merasa kaku tak mampu untuk bicara ditinggal sang
panutan yang telah berjasa membimbing mereka. Masyarakat tarim pun bersedih
ditinggalkan salah seorang suri tauladan yang bijaksana telah tiada pergi untuk
selama-lamanya. Semoga Allah membalas jerih payah beliau dalam membimbing umat
dan dakwah kepada allah.
Masyaallah. ayahnya habib salim, habib hasan, habib mahdi, habib abu bakar as syathiri
BalasHapus